Kamis, 17 Maret 2011

Brand Positioning dan Diferensiasi PT Sosro


BAB I PENDAHULUAN
1.1  Kasus/Latar belakang.
                Apa pun makanannya, minumnya teh botol sosro” Diatas adalah sebuah jargon yang sering terdengar saat commercial break pada acara-acara televisi. Jargon yang tertulis diatas seolah-olah menjadi suatu kebiasaan bahwa setelah makan, minuman yang dapat menghilangkan dahaga ya teh botol sosro. Dewasa ini, produk-produk dari PT. Sinar Sosro Indonesia semakin dikenal luas masyarakat nasional, hal ini dikarenakan selain perusahaan yang telah berdiri sejak lama dan produk yang ditawarkan konsisten dalam jangka waktu yang telah lama pula, serta inovasi dan strategi pemasaran yang khas. Pokok permasalahan yang menurut kami menarik dan penting untuk dibahas adalah perihal strategi pemasaran dan brand positioning dari PT. Sinar Sosro ini. PT. Sinar Sosro merupakan salah satu contoh perusahaan terbaik yang sukses mengolah minuman ringan (Soft drink) teh, salah satu produk yang dihasilkan ialah teh dalam kemasan botol dengan merk Teh Botol Sosro.
Masyarakat Indonesia sangat doyan minuman teh. Hasil survei oleh berbagai lembaga riset antara lain AC Nielsen, MARS dan SWA, sejak tahun 1999 hingga kini menunjukkan, tingkat penetrasi pasar untuk teh mencapai lebih dari 95 persen. Itu artinya, minuman teh nyaris telah atau pernah dikonsumsi oleh setiap anggota masyarakat. Bahkan riset dari MARS di lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Semarang, menunjukkan, penetrasi pasar oleh minuman teh lebih tinggi dari minuman kopi yang hanya dikonsumsi oleh 79 persen penduduk Indonesia khususnya di perkotaan. Meski belum ada data atau statistik yang pasti, namun persentase terbesar dari penjualan teh masih dipegang oleh teh bubuk, lalu disusul oleh teh dalam kemasan botol dan selanjutnya teh dalam kemasan lain seperti teh celup, teh instan, dan lain-lain. Membicarakan produk teh dalam kemasan botol, selama hampir satu dekade hanya ada satu nama yang melekat, yaitu Sosro.
Namun pada Sosro justru kontribusi terbesar datang dari penjualan teh botol. Sulit mendapatkan statistik yang pasti, namun dengan fakta di lapangan di mana hampir setiap toko, kantin, warung pinggir jalan, semuanya menjual produk teh botol, diperkirakan lebih dari 90 persen pemasukan Sosro adalah dari teh botol. Distribusi Sosro mencakup hampir seluruh wilayah nasional mulai dari Batam, Jabotabek, Jabar, Jatim, hingga Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan teh dalam kemasan botol Sosro diekspor ke Australia, Vietnam, Brunei Darussalam dan Amerika Serikat. Ditilik dari siklus hidupnya, produk teh botol Sosro telah berada pada fase mature. Menyadari ini, Sosro pun mengantisipasi dengan meluncurkan Fruit Tea, minuman teh dalam kemasan botol dengan campuran rasa dan aroma nonjasmine. Sejak diluncurkan 2-3 tahun silam, tampaknya respons masyarakat terhadap produk Fruit Tea, semakin baik. Pengamatan SH selama ini, jika dulunya belum banyak warung yang menjual produk Fruit Tea, namun kini di mana ada teh botol Sosro, di situ pula dijual Fruit Tea. Belakangan, dalam kurun waktu satu setengah tahun terakhir, dominasi Sosro mulai “digoyang” oleh masuknya pemain baru di bisnis minuman teh dengan nama besar bahkan mendunia.
PT Coca Cola Amatil Indonesia meluncurkan produk teh dalam kemasan botol dengan nama Freshtea. Belakangan, untuk menjangkau segmen konsumen yang lebih besar lagi, di akhir tahun 2002 Coca- Cola menyediakan Frestea dalam kemasan kotak yang diistilahkan sebagai kemasan santai. Boleh dikata, kini Coca Cola bersaing head to head dengan Sosro yang mengusung teh botol dan Fruit Tea. Distribusi atau ketersediaan (availability) menjadi kunci sukses pemasaran. Sosro dikenal memiliki jaringan distribusi yang sangat mengakar. Survei AC Nielsen beberapa waktu lalu menemukan availability Sosro mencapai 100 persen. Namun Coca-Cola juga tidak kalah kuat dalam saluran distribusi. Database Coca-Cola diketahui memiliki ratusan ribu warung pinggir jalan yang siap menjajakan produk Coca-Cola termasuk Frestea. Maka menarik melihat persaingan di antara kedua pemain besar ini. Tinggal siapa yang menang dan siapa yang terjungkal Mengapa produk·

Selasa, 08 Maret 2011

Indikator Kinerja.

INDIKATOR KINERJA
Pendahuluan

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, digunakan "indikator kinerja klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Model pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager", karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.
Pengertian Kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:
1. Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993).
2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991)
3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986)
4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.


Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :

Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Tujuan

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.
2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.


Kinerja Klinis

Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan penetapan tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan berada pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:
1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan dan disepakati oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk memberikan kontribusi berupa hasil kerja (outcome).

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu, termasuk penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.
3. Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk perbaikan.
4. Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan seluruh hasil penilaian. Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan kelemahan dan cara perbaikannya untuk meningkatkan prestasi berikutnya.

Pengertian Indikator

Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
1. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh: berat badan bayi dan umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut ( Wilson & Sapanuchart, 1993).
2. Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992).
3. Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981)

Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan "indikator" sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasen dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan mengukurnya dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh dalam komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara perawat - pasen, maka pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui bagaimana kualitas interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self assesment).

Indikator Memiliki Karakteristik sebagai berikut :

1. Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai.
2. Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5. Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh: pada unit bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan post-operasi.

Klasifikasi Indikator

Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).
Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas al: personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indicator effect.
Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat/penduduk.

Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi cakupan pemberian meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek output antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit melalui immunisasi (outcome)

Indikator Kinerja Klinis

Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang memerlukan pertimbangan yang selektif dan membangun konsesus diantara manager lini pertama (First Line Manager) dan staf, sehingga apa yang akan dimonitor dan dievaluasi akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak.

Pengukuran Indikator Kinerja Klinis

Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan keperawatan/kebidanan dipergunakan indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya pengukuran kuantitatif meliputi numerator dan denominator. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa (events) yang yang sudah diukur. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh pasen yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti: jumlah balita, bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah.

Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi tertentu indikator tanpa denominator (hanya data pembilang) sangat berarti untuk kejadian jarang atau langka tetapi penting misalnya kematian ibu. Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang diukur. Bila peristiwa tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk perbaikan yang lebih cepat

Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi. Untuk mengukur suatu peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan sejumlah peristiwa yang universal.

Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu peristiwa (numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan pada sejumlah pasen yang memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa yang universal (denominator). Indikator klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah tidak terjadi pleibitis setelah 3x24 jam sejak pemasangan contoh dibawah ini dapat dihitung dalam proporsi sebagai berikut:



Jumlah pasen dengan Intra Vena terapi terkena plebitis _____________________________________________ X100 %

Jumlah semua pasen dengan IV terapi



Waktu yang dipergunakan dalam pengukuran indikator bisa harian, mingguan, bulanan, besarnya masalah atau situasi. Indikator yang baik diperoleh dari standar tertulis, tanpa standar yang tertulis, akan sangat sulit menyusun indikator yang relevan. Oleh karena itu sebaiknya perangkat berupa standar tertulis perlu dipersiapkan organisasasi.


Pengumpulan data indikator kinerja

Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program pengukuran kinerja. Hal tersebut hanya dapat dikembangkan melalui sistem manajemen informasi yang t.epat; dimana pengumpulan data, pengorganisasian serta reaksi terhadap data kinerja direncanakan dan diorganisir secara sistematik, sehingga dapat memberikan makna terhadap perubahan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam suatu organisasi.

Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:
(1) menata sistem informasi yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,
(2) menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang dikumpulkan,
(3) menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk melakukan tindakan,
(4) menumbuhkan motivasi staf dan merencanakan peningkatan kinerja itu sendiri,
(5) mengumpukan data interval secara reguler terhadap­ proses-proses kritis, dalam upaya mempertahankan kinerja yang sudah meningkat,
(6) mengumpulkan data obyektif dan subyektif.

Rancangan sistem pengumpulan data kinerja untuk mencapai sasaran harus mempertimbangkan masalah atau isue yang ada. Siapa yang harus mengumpulkan data? Apa tujuan pengumpulan data? Apa sumber datanya? Berapa banyak data harus dikumpulkan? Apa alat yang akan digunakan? Penyimpangan apa yang terjadi?

Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu bagian penting dari dalam peningkatan kinerja. Ada dua jenis penyimpangan; pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena, sistem atau prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-sumber untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih dapat ditoleransi. Kedua penyebab khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang pengetahuan dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan peralatan. Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh: keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan penting untuk meningkatkan mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi.

Indikator diarahkan sebanyak mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi, informasi yang diperoleh dari indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi: seperti kunjungan supervisi untuk mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey khusus sebelum mengarah pada suatu pengambilan keputusan.

Tugas

Bagi peserta dalam kelompok perawat dan bidan puskesmas dan Rumah Sakit.
Tiap kelompok mengidentifikasi satu fungsi dan diterjemahkan kedalam kegiatan-kegiatan.
Buatlah indikator untuk setiap jenis kegiatan tersebut, dan pilih indikator kunci dari seluruh kegiatan tersebut
Presentasikan hasil diskusi, bila ada koreksi lakukan perbaikan.

Kesimpulan

Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan kesempatan bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya. Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci akan memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.

Evaluasi Proses “Indikator“

1. Berikan salah satu pengertian indikator.
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang?
3. Apa yang dimaksud dengan indikator klinis?
4. Apa saja komponen indikator yang ideal?
5. Apa manfaat dari indikator?


Evaluasi Proses “Kinerja“

1. Apa yang dimaksud dengan kinerja? Sebutkan 2 komponen kinerja.
2. Sebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. seseorang.
3. Sebutkan pengertian indikator klinis?
4. Jelaskan kriteria indikator yang baik.
5. Bagaimana mengukur kinerja dengan indikator klinis?


Referensi

DR. Achmad S. Ruky,(2001) "Sistem Manajemen Kinerja" PT Gramedia, Jakarta.

World Health Organization (2000) "Design and Implementation of Health
Information System", Genewa.

Jacqueline M.Katz and Eleanor Green (1997), "Managing Quality, A Guide to
System Wide Performance Management in Health Care", Mosby Year Book.

The Agha Khan Foundation USA (1993), The PHC MAP Series of Module" Monitoring and Evaluating Programs".

5. WHO dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI "Petunjuk Pelaksanaan Mutu Pelayanan Rumah sakit“, Jakarta 1998
Diposkan oleh HERU SUBEKTI

MOTIVASI DAN PERCAYA DIRI DALAM WIRA USAHA

Entrepreneurship Mahasiswa.

Contoh Proposal Tesis MSDM.

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Penelitian
Era ekonomi global sekarang ini, menjadikan dunia tanpa batas, hal tersebut dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Kondisi tersebut mendorong persaingan bisnis global semakin kompetitif. Di samping itu, kecenderungan kearah perdagangan bebas serta berbagai program peningkatan keunggulan bersaing yang dilakukan perusahaan-perusahaan juga akan memacu tingkat persaingan yang semakin ketat.
Kondisi tersebut menuntut upaya-upaya terobosan para pelaku utama usaha untuk secara proaktif mengkonsolidasikan diri dalam rangka penguatan  keunggulan bersaing, yang tidak lagi mengandalkan keunggulan komparatif dibidang bahan baku  dan sumber daya manusia saja, namun juga keunggulan teknologi informasi yang berorientasi pada pasar.
Keunggulan kompetitif dapat diraih jika pelaku bisnis mempunyai kompetensi organisasi, artinya pebisnis tersebut terdapat peningkatan kinerja. Hal tersebut mencakup peningkatan kinerja sumber daya manusia (Lado.et al: 1997).  Kinerja sumber daya manusia diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu,   Byars (1984). Jadi kinerja  sumber daya manusia merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas.  
Banyak faktor yang mempengaruhi  kinerja  sumber daya manusia, salah satunya adalah pengalaman (experience). Studi  Manfred Krafft  (1999) menjelaskan bahwa pengalaman merupakan akumulasi terhadap pengetahuan.  Pengalaman timbul melalui suatu proses  adaptasi dan akumulasi sehingga terjadi kristalisasi  pengetahuan. Namun beberapa studi terdahulu terdapat  kontroversi (reserach gap ). Rajagopalan (1998) menjelaskan bahwa pengalaman merupakan aset stratejik dan mempunyai pengaruh terhadap kinerja sumber daya manusia. Kemudian    berdasarkan Agency Theory  yang isinya menjelaskan  bagaimana memaksimalkan perilaku (maximising behavior),  pengalaman (experience) mempunyai pengaruh terhadap kinerja sumber daya manusia (Walker : 1997;  Fernando Jaramillo dan William B. Locander : 2007 )  Namun studi Manfred Krafft (1999) tidak terbukti  bahwa pengalaman (experience) mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Teori Agency  (Schmid, 1988) menjelaskan bahwa pengalaman pada suatu variasi (jenis ) dalam bidang kerja  yang dapat meningkatkan kinerja organisasi, bukan pengalaman umum. Intensitas pengaruh tersebut paling tinggi  pengalaman 2 sampai 5 tahun.  Jika  terdapat perbedaan  yang lama  antar karyawan tinggi , misal karyawan baru  1 tahun dan karyawan lain 10 tahun, maka pengalaman kerja ini akan menurunkan kinerja sumber daya manusia  
Upaya peningkatan kinerja sumber daya manusia selain variabel pengalaman (experience)  adalah pengetahuan prosedur. Studi  Sharma .A , Kumar.A, Levi, M (2002)  menyarankan bahwa antara variabel pengetahuan prosedur  dengan  kinerja manajer terdapat black box atau variabel intervening.  Oleh karena itu menyarankan bahwa  agenda mendatang black back tersebut merupakan area studi yang menarik.
Studi Ferry dan Messori (2000) menyimpulkan  bahwa  bank kecil ( Bank Perkreditan Rakyat )  mempunyai daya hidup dan kelanggengan  usaha bila  mampu menciptakan keunggulan unik yaitu keunggulan dalam hal informasi nasabah dan lingkungan  usaha sekitar.   Oleh karena itu  menurut Murray Silverman dan Richard  Castaldi (1998) untuk dapat bersaing secara berhasil bank-bank komunitas berukuran kecil menuntut kinerja sumber daya manusia yang tinggi. Namun fenomena yang terjadi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR ) di Wilayah Koordinasi Bank Indonesia Semarang kualitas kredit masih dalam risk level yang tinggi yaitu di atas batas maksimal sebesar  5 %.   Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL)  Tahun 2007 rata-rata pada tingkat 11.55 %..(Bank Indonesia , 2007).
 Menurut Abdul Salam. (2004) turunnya kinerja BPR disebabkan oleh Kemudian fenomena bisnis Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Jawa Tengah masalah  internal, yakni : 1). Lemahnya sistem dan pengetahuan prosedur hal ini berkaitan dengan     pengawasan proses dan output  dan  pengetahuan prosedur.  2).  Kualitas sumber daya manusia, hal ini   berkaitaan  pengawasan dan pengalaman. 3).  Meningkatnya kredit macet  berkaitan dengan kinerja  sumber daya manusia  dan pengalaman.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan kontroversi studi  (reserach gap ) dan fenomena bisnis, maka  rumusan masalah dalam studi ini adalah ” Bagaimana mengembangkan model pengalaman dan pengetahuan prosedur, sehingga dapat meningkatkan kinerja sumber daya manusia. Kemudian pertanyaan penelitian (question research ) adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengaruh pengalaman  dan pengetahuan prosedur terhadap pengawasan proses
2.      Bagaimana pengaruh pengalaman,  pengetahuan prosesdur dan pengawasan proses  terhadap kinerja sumber daya manusia

1.3. Tujuan Penelitian  
1.      Mendeskrispiaikan dan menganalis pengaruh pengalaman  dan pengetahuan prosedur terhadap pengawasan proses
2.      Mendeskrispiaikan dan mnenalis pengaruh pengalaman,  pengetahuan prosesdur dan pengawasan proses  terhadap kinerja sumber daya manusia
3.     
4.      Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pengalaman  dan pengetahuan prosedur terhadap pengawasan proses
5.      Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pengalaman,  pengetahuan prosedur dan pengawasan proses  terhadap kinerja sumber daya manusia
1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis studi ini diharapkan memberikan kontirbusi pada  pengembagan ilmu manajemen sumber daya manusia, yang berupa model pengembangan peningkatan kinerja sumber daya manusia melalui pengalaman dan pengetahuan prosedur .
2. Manfaat Praksis
Hasil studi ini bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat  dipakai sebagai referensi atau bahan pertimbangan pengambilan keputusan, khususnya dalam peningkatan  kinerja sumber daya manusia melalui pengalaman dan pengetahuan prosedur .